Halaman

Minggu, 02 Maret 2014

PERSIB BANDUNG

BaduyCollectionShoppingOnline

Sepatu Vixing



Kaos Vixing



Keterangan :

- Sepatu Persib Vixing Ori Rp.200.000,-

- Kaos Persib Vixing Ori Rp.80.000,-

TAS DEXTER

BaduyCollectionShoppingOnline

Tas Dexter



Keterangan :

- Tas Dexter Rp.250.000,-

Rabu, 12 Februari 2014

PETA PEMERINTAHAN

BaduyCollectionShoppingOnline

Peta Pemerintahan



Gedung Pendopo Gubernur Banten di :
Jl. Brigjen. KH. Syam'un No. 5, Kota Serang, Banten, Indonesia.
Telpon : +62254 200123
Fax : +62254 200520

Silahkan kunjungi Blog Di bawah ini :

http://bantenprov.go.id

FROM BANTEN

BaduyCollectionShoppingOnline

From Banten



Silahkan kunjungi Blog Di bawah ini :

http://bantenprov.go.id

Senin, 10 Februari 2014

SOSIAL BUDAYA DAERAH

BaduyCollectionShoppingOnline

Sosial Budaya Daerah

Pada tahun 2000, jumlah penduduk tersebut berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2000 (SP2000) telah bertambah menjadi sebanyak 8.096.809 jiwa, kemudian tahun 2002 mencapai 8.529.799 jiwa, tahun 2003 sekitar 8.956.229 jiwa, dan tahun 2004 meningkat kembali menjadi 9.083.114 jiwa dan hampir separuhnya (49,27%) adalah penduduk perempuan. Berdasarkan sebarannya jumlah penduduk tertinggi adalah di Kabupaten Tangerang yaitu 3.194.282 jiwa (35,17%) dan Kabupaten Serang dengan jumlah 1.834.514 jiwa (20,20%). Laju pertumbuhan penduduk rata-rata selama kurun waktu 2003-2004 mencapai 1,42%, dimana laju tertinggi khususnya terjadi di Kabupaten Serang (3,24%), Kota Tangerang (1,77%), Kabupaten Pandeglang (1,75%); dan Kota Cilegon (1,70%).

Angka kepadatan penduduk Banten dari tahun ke tahun memperlihatkan peningkatan. Hal ini ditunjukkan berdasarkan data dua sensus terakhir, yaitu tahun 1990 sebesar 678 orang per km2, tahun 2000 sebesar 920 orang per km2 meningkat menjadi 1.032 orang per km2 pada tahun 2004. Bertambahnya jumlah penduduk tiap tahun secara tidak langsung akan berimbas kepada meningkatnya jumlah rumah tangga. Jumlah rumah tangga pada tahun 2001 mencapai 2.062.472 rumah tangga, kemudian meningkat menjadi 2.180.336 rumah tangga hingga tahun 2004.

Pencapaian pembangunan manusia dapat diindikasikan dengan angka IPM akan terus meningkat dari tahun ketahun 63,78 (tahun 2000), 66,63 (tahun 2001), 67,25 (tahun 2002), dan 68,4 (tahun 2004) dan 68,8 (tahun 2005). Laju kecepatan pencapaian pembangunan manusia di Propinsi Banten selama kurun waktu 1999 – 2002 mencapai 2,1 persen per tahun dan menempati urutan ketiga setelah propinsi Sulawesi Utara dan DKI Jakarta

Secara umum, usia harapan hidup menunjukkan kenaikan dari 62,4 tahun pada tahun 2002 meningkat menjadi 64,1 tahun pada tahun 2005. Artinya peluang hidup penduduk Banten bertambah rata-rata 1,7 tahun. Dapat dikatakan rata-rata bayi yang lahir di Propinsi banten pada tahun 2005 diharapkan dapat hidup sampai usia sekitar 64,1 tahun. Bila dibandingkan dengan angka nasional pada tahun 2002 yang telah mencapai 66,2 tahun, angka harapan hidup penduduk Banten relatif masih rendah. Angka melek huruf yang diatas rata-rata nasional (89.5) yaitu 94.7. Peningkatan angka IPM juga dapat dilihat dari tingkat kemiskinan provinsi. Fakir miskin pada provinsi Banten yang stabil dari tahun 2004 ke tahun 2005 yaitu 387.292 keluarga. Berdasarkan data statistik provinsi Banten dari tahun 1999-2004 jumlah dan presentase penduduk miskin di Banten terus menurun. Meningkatnya daya beli masyarakat dapat dilihat dari angka konsumsi perkapita riil sera indeks daya beli atau indeks pendapatan. Berdasarkan rata-rata konsumsi perkapita riil penduduk Banten pada tahun 1999 mencapai Rp. 579,6 ribu per kapita setahun. Konsumsi perkapita menunjukkan trend meningkat dari tahun 1999 menjadi Rp. 608,7 ribu pada tahun 2002 dan kembali naik menjadi Rp. 613,3 ribu pada tahun 2005. Peningkatan indeks daya beli atau indeks pendapatan dari sebesar 57,5 % pada tahun 2002 naik menjadi 59,1 % pada tahun 2005 atau mengalami kenaikan 1 persen ke arah besaran daya beli ideal.

A. Pendidikan

Gambaran pendidikan di Provinsi Banten dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain Indeks pendidikan ( yang terdiri dari Indeks lama sekolah dan indeks melek huruf), partisipasi sekolah, rasio Guru-murid, pengeluaran pendidikan, angka putus sekolah.

Indeks pendidikan Banten tahun 2004 mencapai 81,0%, meningkat dari tahun 2002 sebesar 79,9%. Rata-rata lama sekolah penduduk Banten tahun 2004 mencapai 8,2 tahun, lebih tinggi dari rata-rata nasional yang hanya mencapai 7,2 tahun. Dalam bentuk indeks lama sekolah penduduk Banten mencapai 54,7%. Lama sekolah penduduk Banten mengalami peningkatan dari 7,9 tahun ( tahun 2002 ) menjadi 8,2 tahun pada tahun 2004. Menurut kabupaten/kota dapat diuraikan bahwa di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Serang berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan didominasi oleh SD/sederajat, sedangkan Kota Tangerang dan Kota Cilegon didominasi oleh SLTA. Indeks lama sekolah menurut Kabupaten/Kota yang berada diatas angka Provinsi Banten adalah Kota Tangerang, Kota Cilegon, dan Kabupaten Tangerang

Angka melek huruf penduduk Banten tahun 2005 mencapai 95,0%, lebih tinggi dari rata-rata nasional yang hanya mencapai 90,9%. Pada tahun 2005 masih terdapat penduduk buta huruf sebanyak 4,4%, dengan rincian penduduk laki-laki buta huruf sebanyak 2,5% dari total penduduk laki-laki dan penduduk perempuan buta huruf sebanyak 6,3% dari total penduduk perempuan.

Angka partisipasi sekolah cukup beragam antar jenjang pendidikan, diamana pada tahun 2004 APM SD sebesar 94,1%, SLTP sebesar 63,8% dan SLTA sebesar 39,7% sedangkan APK SD sebesar 106,3 %, SLTP sebesar 79,9% dan SLTA sebesar 49,6%, yang menunjukan bahwa masih terdapat siswa yang tidak melanjutkan ke SLTP dan SLTA.

Bila dibandingkan dengan keadaan Indeks Lama Sekolah tahun 2000 dengan rata-rata lama sekolahnya yang mencapai 7,9 tahun, pencapaian indeks lama sekolahnya adalah 52,7%, sedangkan pada tahun 2004 dengan rata-rata lama sekolah 8,5 tahun, maka indeks lama sekolah mencapai 56,7%. Berdasarkan data tersebut adanya peningkatan sebesar 4 persen, namun secara umum kondisi tersebut menggambarkan bahwa sumber daya manusianya masih relatif rendah, serta dapat disimpulkan bahwa rata-rata tingkat pendidikan formal penduduk Banten baru mencapai sekitar 56,7% dari seluruh lama pendidikan ideal yang mestinya dijalani yaitu 15 tahun (100%). Indeks lama sekolah menurut Kabupaten/Kota yang berada diatas angka Provinsi Banten adalah Kota Tangerang, Kota Cilegon, dan Kabupaten Tangerang

Angka melek huruf penduduk Banten tahun 2004, bila dijadikan indeks melek huruf nilainya sama yaitu 94,7% yang berarti pencapaiannya belum mencapai nilai maksimal 100 atau masih tersisa sebesar 5,3% yang buta huruf. Akan tetapi angka indeks melek huruf diatas mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2002 yang besarnya mencapai 93,8%. Secara Nasional indeks melek huruf Provinsi Banten berada diatas tingkat melek huruf nasional yaitu sebesar 89,5%. Sedangkan untuk Indeks Tingkat Pendidikan Provinsi Banten pada tahun 2004 sebesar 82,0%, mengalami peningkatan 1,9% dari tahun 2002.

Dilihat dari akses kepelayanan pendidikan atau partisipasi pendidikan anak, khususnya usia pendidikan dasar (7 – 15 tahun) setiap tahunnya menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Ini berarti ada peningkatan dalam pembangunan pendidikan perspektif pemerataan pendidikan, dimana Angka Partisipasi Sekolah (APS) anak usia 7-12 tahun (usia SD) telah meningkat dari 94,1% pada tahun 2000 menjadi 96,9% pada tahun 2004. APS anak usia 13-15 tahun (usia SLTP) juga menunjukkan peningkatan dari 72,5% pada tahun 2000 menjadi 81,9% pada tahun 2004. Demikian pula untuk anak usia 16-18 tahun meskipun angkanya semakin mengerucut dibanding kelompok anak usia dibawahnya, juga telah meningkat dari 45,1% pada tahun 2000 menjadi 51,4% pada tahun 2004.

APM SD meskipun kenaikannya cukup lambat, namun menunjukkan peningkatan dari 91,7% tahun 2000 menjadi 94,1% pada tahun 2004. Dalam periode yang sama APM SLTP mengalami peningkatan dari 55,0% pada tahun 2000 menjadi 63,8% pada tahun 2004, sedangkan APM SLTA telah meningkat dari 35,3% menjadi 39,7% pada tahun 2004. APM SD meskipun kenaikannya cukup lambat, namun menunjukkan peningkatan dari 91,7% tahun 2000 menjadi 94,1% pada tahun 2004. Dalam periode yang sama APM SLTP mengalami peningkatan dari 55,0% pada tahun 2000 menjadi 63,8% pada tahun 2004, sedangkan APM SLTA telah meningkat dari 35,3% menjadi 39,7% pada tahun 2004. APK juga menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dibanding tahun 2000. Pada tahun 2004, APK SD/MI tercatat sebesar 106,3% sedangkan pada tahun 2000 adalah 103,2%, APK untuk SLTP pada tahun 2000 adalah 69,3% serta mengalami peningkatan menjadi 79,9% pada tahun 2004, sedangka APK SLTA pada tahun 2000 mencapai 45,0% dan mengalami peningkatan pada tahun 2004 sebesar 49,6%. Angka partisipasi sekolah anak perempuan usia 13 -15 tahun dan 16-18 tahun lebih rendah dibandingkan dengan anak laki-laki pada usia sekolah yang sama. Angka partisipasi sekolah anak perempuan usia 13 -15 tahun dan 16-18 tahun lebih rendah dibandingkan dengan anak laki-laki pada usia sekolah yang sama.

Angka partisipasi Pendidikan anak usia dini (PAUD) pada tahun 2005 baru mencapai 15,66 % (sumber : profil pendidikan Provinsi Banten 2005)

Angka partisipasi dipengaruhi oleh daya tampung. Daya tampung antara lain digambarkan oleh rasio siswa per kelas, dimana pada tahun 2005 jenjang SD-MI sebesar 32 siswa, SLTP-MTs sebesar 43 siswa dan SM-MA sebesar 36 siswa.

Sekolah menengah di Banten didominasi oleh sekolah menengah umum. Dari 751 sekolah menengah terdapat, 554 sekolah menengah umum (73,8%) terdiri dari 332 SMA dan 222 MA. Sedangkan sekolah menengah kejuruan sebanyak 179 sekolah (26,2%). Pada tahun 2005 siswa yang bersekolah di sekolah menengah umum sejumlah 146.304 siswa, sementara siswa pada sekolah menengah kejuruan sebanyak 83.198 (36% dari keseluruhan siswa menengah).

Kondisi Kualitas prasarana pendidikan untuk tingkat SD/MI masih memprihatinkan, dimana 63,99% dari seluruh ruang kelas SD/MI berada dalam kondisi rusak, dengan rincian 42,02% rusak berat dan 21,97% rusak ringan. Sedangkan kualitas prasarana pendidikan untuk tingkat SLTP/MTs dan SMA/MA/SMK cukup memadai, dimana tingkat kerusakan ruang kelas hingga tahun 2004 untuk SLTP/MTs sebesar 37,12% dan untuk SMA/MA/SMK sebesar 12,76%.

Rasio guru terhadap murid untuk tingkat SD/MI sebesar 34 murid/guru, untuk tingkat SLTP/MTs sebesar 24 murid/guru, dan untuk tingkat SMA/MA/SMK sebesar 21 murid/guru)

Bila diperbandingkan antara jumlah penduduk usia 19-24 yang sebesar 1,035,741 pada tahun 2004 dengan jumlah perguruan tinggi yang sebesar 56 unit menunjukkan proporsi daya tampung sebesar 18.495 orang/PT. Mencermati keberadaan dan jenis fakultas (penjurusan) pada perguruan tinggi yang ada di Provinsi Banten menunjukkan kondisi belum memadainya keberadaan dan jenis fakultas terhadap input (kebutuhan) dunia kerja, khususnya pada bidang industri, perdagangan dan jasa.

Hingga tahun 2004 sebesar 46,31 orang memiliki tingkat pendidikan di bawah SD, selain itu 13,76% tamat SLTP, 15,48% tamat SLTP, sedangkan tamatan Diploma/Sarjana hanya mencapai 13,86%. Sisanya, 10,59% masyarakat tidak diketahui tingkat pendidikannya. Tingkat pendidikan penduduk perempuan sangat rendah dimana 53,8% berpendidikan SD/MI ke bawah dimiliki penduduk perdesaan, sehingga penduduk perempuan kurang berpartisipasi dalam pembangunan. Pada tahun 2004, penduduk dewasa (usia 15 tahun ke atas) di perkotaan yang berpendidikan SLTP ke atas sebesar 68,1%, sedangkan di daerah pedesaan hanya berjumlah 27,8%. Sebaliknya untuk pendidikan yang lebih rendah, SD/MI ke bawah, daerah pedesaan tercatat 72,2% sedangkan di perkotaan 31,9%.

Peningkatan rata-rata pengeluaran untuk pendidikan hanya sebesar 3,56% dari total pengeluaran rumah tangga tahun 2000, namun pada tahun 2004 sedikit meningkat menjadi 3,80%.

Pada tahun 2001 angka putus sekolah anak usia 7-12 tahun sebesar 1,3%, dan pada tahun 2004 dapat dikurangi menjadi 0,9%. Hal yang sama juga terjadi pada anak usia 13-15 tahun (tingkat SLTP) walaupun angkanya tergolong tinggi tetapi dapat ditekan dari 6,6% pada tahun 2001 menjadi 3,6% di tahun 2003. Jumlah penduduk yang mengikuti pendidikan luar sekolah (Kejar Paket A, B dan C) hingga tahun 2004 sebesar 42.981 orang, yang terdistribusi dalam 16,10% Kejar Paket A, 54,73% dalam Kejar Paket B, dan 16,10% Kejar Paket C.

Hingga tahun 2003 di Provinsi terdapat 2.435 Pondok Pesantren yang tersebar di seluruh kabupaten/kota, dengan jumlah Santri sebanyak 207.847, dimana daya tampung rata-rata Pondok Pesantren adalah sekitar 85 Santri/Sekolah. Keberadaan Pondok Pesantren didukung oleh 4.481 Tenaga Pengajar, sehingga rasio Tenaga Pengajar terhadap Santri adalah sekitar 46 Santri/Tenaga Pengajar. Tantangan dalam pengembangan Pondok Pesantren meliputi pengembangan orientasi pendidikan yang masih bersifat klasik, kemitraan terbatas dan minimnya sentuhan IPTEK.

Masih rendahnya minat baca masyarakat, dikarenakan belum memadainya prasarana dan sarana bacaan umum, serta belum intensifnya sosialisasi pentingnya budaya membaca.

Masih rendahnya dukungan dalam pengembangan pemuda dan olah raga, baik dukungan pembinaan, aktifitas serta prasarana dan sarana kepemudaan dan olahraga.

B. Kesehatan

Angka harapan hidup Provinsi Banten menunjukkan kenaikan dari 62,4 tahun pada tahun 2002 menjadi 64,0 tahun pada tahun 2005. Dibandingkan dengan angka nasional pada tahun 2005 yang telah mencapai 68,1 tahun, angka harapan hidup penduduk Banten relatif masih rendah. Angka harapan hidup tertinggi dicapai oleh Kota Cilegon sebesar 68,2 tahun, dan yang terendah di Kabupaten Serang sebesar 61,4 tahun .

Angka Kematian Ibu di Provinsi Banten pada tahun 2002 sebesar 350 per 100.000 kelahiran hidup, menurun menjadi sebesar 310 per 100.000 pada tahun 2004. Penyebab utama kematian ibu masih didominasi oleh pendarahan yang terkait erat dengan kualitas pelayanan persalinan dan kondisi kesehatan ibu hamil.

Angka kematian bayi adalah indikator yang dapat digunakan untuk menilai tingkat kesehatan masyarakat secara umum yang sekaligus memperlihatkan keadaan dan sistim pelayanan kesehatan di masyarakat, karena dapat dipandang sebagai output dari upaya peningkatan kesehatan secara keseluruhan. Dan berpengaruh langsung terhadap besaran Angka harapan Hidup. Angka kematian bayi pada tahun 2000 sebesar 63,4 per 1000 kelahiran hidup telah turun menjadi 54,1 pada tahun 2004, namun masih jauh diatas angka nasional sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup. Kematian Bayi di Banten masih dominan disebabkan oleh Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yang terkait erat dengan status gizi ibu hamil.

Persalinan yang ditolong tenaga medis terkait erat dengan upaya menurunkan angka kematian bayi dan kematian ibu. Pertolongan persalinan oleh tenaga medis sebesar 56,6% pada tahun 2002, meningkat menjadi 62,3% pada tahun 2005. Data tahun 2005 menunjukkan bahwa masih terdapat 37,7% persalinan yang ditolong oleh tenaga non medis (dukun paraji).

Kekurangan gizi pada balita beresiko terhadap kesehatan anak, baik dalam upaya mencegah kematian bayi maupun bagi peningkatan kualitas SDM di masa depan. Pada tahun 2005 masih terdapat 11,35% balita berstatus gizi buruk dan kurang, menurun dibanding tahun 2004 sebesar 11,77%.

Status gizi wanita usia subur (15-49 tahun) di Banten dapat digambarkan yaitu pada tahun 2003 masih terdapat 18,4% wanita yang menunjukkan resiko Kurang Energi Kronis (KEK) dan sedikit meningkat dari tahun 2002 yang besarnya 17,7%. Bila dipisahkan menurut status tempat tinggal, pada tahun 2003 wanita resiko KEK yang tinggal di daerah perkotaan cenderung lebih tinggi dari pada yang di perdesaan. Wanita resiko KEK di Kota sebesar 18,9% padahal tahun 2002 sebesar 15,7%.

Sepanjang tahun 2000 sampai 2004 kemampuan masyarakat dalam pengeluaran untuk biaya kesehatan hanya bergerak pada kisaran angka 1-2% terhadap total pengeluaran rumah tangga. Tahun 2004 rata-rata pengeluaran kesehatan rumah tangga hanya sebesar 1,40%, lebih rendah dibanding tahun 2000 (1,68%), tahun 2001 (2,13%) dan tahun 2002 (1,97%). Rendahnya pengeluaran biaya kesehatan masyarakat ini khususnya yang mengalami keluhan kesehatan baik digunakan untuk membayar jasa pengobatan dan biaya lainnya termasuk untuk perawatan kesehatan tentunya akan berpengaruh terhadap pencapaian kesehatan masyarakat.

Indikator lain yang penting untuk dideteksi dan terkait erat dengan kesehatan adalah penduduk yang mengalami keluhan kesehatan, rata-rata lama sakit, penduduk yang berobat jalan dan persalinan yang ditolong tenaga medis, yang secara umum menunjukkan peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Penduduk yang mengalami keluhan kesehatan telah dapat diturunkan dari sebanyak 23,7% pada tahun 2000 menjadi 20,1% pada tahun 2004. Akan tetapi rata-rata lama sakit yang diderita penduduk yang dapat berdampak terhenti atau berkurangnya aktivitas keseharian tidak terkecuali kegiatan ekonomi menunjukkan peningkatan dari 4,6 hari pada tahun 2000 menjadi 5,3 hari pada tahun 2004.

Hal lain yang terkait dengan penduduk yang mengalami gangguan kesehatan adalah upaya penyembuhan atau pengobatan penyakit yang diderita. Dalam kapasitas ini, biasanya mereka yang merasa sakitnya ringan, cukup dengan mengobati sendiri dengan menggunakan/membeli obat ringan, tetapi bila sakitnya berat dan memerlukan penyembuhan lebih lanjut serta memiliki cukup biaya, maka akan mengutamakan berobat jalan kepetugas atau fasilitas kesehatan modern. Tercatat sekitar 59,7% masyarakat yang sakit melakukan berobat jalan pada tahun 2004, meningkat dibanding tahun 2000 (36,4%) dan pada tahun 2003 (34,4%).

Persalinan yang ditolong tenaga medis terkait erat dengan upaya menurunkan angka kematian bayi dan kematian ibu. Walaupun pergerakannya lambat namun secara pasti proporsinya menunjukkan peningkatan dibanding yang ditolong tenaga non medis (seperti dukun bayi). Kisarannya masih bergerak pada angka 50-60%. Pada tahun 2000 terdapat sebanyak 51,3% bayi yang persalinannya ditolong tenaga medis (dokter atau bidan) dan sisanya sebesar 48,7% menggunakan jasa tenaga non medis seperti dukun bayi (paraji). Selanjutnya pada periode tahun 2004 perhatian masyarakat akan pentingnya pemanfaatan tenaga medis meningkat menjadi 59,7%.

Angka kematian bayi adalah indikator yang dapat digunakan untuk menilai tingkat kesehatan masyarakat secara umum yang sekaligus memperlihatkan keadaan dan sistim pelayanan kesehatan dimasyarakat, karena dapat dipandang sebagai output dari upaya peningkatan kesehatan secara keseluruhan. Angka kematian bayi per 1000 kelahiran hidup di Provinsi Banten dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan yang akan berkorelasi positif terhadap meningkatnya angka harapan hidup. Penurunan angka kematian bayi yang berdampak langsung terhadap meningkatnya usia harapan hidup merupakan kredit point dalam menimbang keberhasilan pembangunan kesehatan. Angka kematian bayi pada tahun 1999 sebesar 63,7 per 1000 kelahiran hidup telah turun menjadi 54,1 pada tahun 2004.

Kekurangan gizi pada balita memiliki resiko terhadap kesehatan anak baik dalam upaya mencegah kematian bayi maupun untuk kelangsungan generasi di masa depan. Dengan menggunakan data pada tahun 2003, di Banten masih terdapat 27,1% balita yang berstatus gizi kurang/buruk, sedangkan 72,9% berstatus gizi baik/normal. Dengan menggunakan asumsi yang sama dengan tahun 2003, maka pada tahun 2004 dari sebanyak 871.924 balita diantaranya sebanyak 236.291 berstatus gizi buruk/kurang. Status gizi balita bila dibandingkan tahun sebelumnya nampak terjadi peningkatan padahal pada kondisi tahun 2002 persentase balita gizi buruk/kurang tinggal sekitar 20,5% menurun dari 23,0% pada tahun 2001.

Indikasi yang cukup jelas mengenai status gizi dan kesehatan wanita usia subur (15-49 tahun) di Banten bahwa sampai tahun 2003 masih terdapat 18,4% wanita yang menunjukkan resiko KEK dan sedikit meningkat dari tahun 2002 yang besarnya 17,7%. Bila dipisahkan menurut status tempat tinggal, pada tahun 2003 wanita resiko KEK yang tinggal di daerah perkotaan cenderung lebih tinggi dari pada yang di perdesaan. Wanita resiko KEK di Kota sebesar 18,9% padahal tahun 2002 sebesar 15,7%. Fenomena ini menarik untuk diamati dan diteliti lebih lanjut mengapa kasus ini terjadi, padahal dari sisi kemiskinan, di kota lebih rendah demikian pula tingkat pendidikan rata-rata wanita lebih tinggi.

Pada tahun 2004 jumlah fasilitas kesehatan berupa rumah sakit mencapai 24 buah, tempat tidur 2.906, puskesmas pembantu 172 buah, puskesmas keliling 80 buah, posyandu 6.865 buah, balai pengobatan 518 buah, laboratorium 27 buah, apotik 379 buah serta polindes 274 buah. Fasilitas kesehatan tersebut terdistribusi di Kabupaten Tangerang (7 buah RS dan 41 buah Puskesmas); Kota Tangerang (7 buah RS dan 25 buah Puskesmas); Kabupaten Serang (3 buah RS dan 36 buah Puskesmas); Kabupaten Lebak (3 buah RS dan 33 buah Puskesmas); Kota Cilegon (3 buah RS dan 8 buah Puskesmas); dan Kabupaten Pandeglang (1 buah RS dan 29 buah Puskesmas).

Kejadian luar biasa diantaranya adalah penyakit polio dengan jumlah penderita 37 jiwa, diare berjumlah 25.684 jiwa, campak berjumlah 560 jiwa, demam berdarah berjumlah 643 jiwa, serta lumpuh layuh berjumlah 210 jiwa.

Melahirkan pada usia remaja berpotensi mempunyai dampak negatif secara demografis dan sosial. Ibu remaja khususnya yang berumur di bawah 20 tahun cenderung untuk mengalami komplikasi kehamilan dan melahirkan berupa meningkatnya resiko morbiditas dan mortalitas, baik bagi dirinya maupun pada anaknya. Selain itu melahirkan pada usia remaja akan mengurangi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan serta membatasi akses terhadap kesempatan kerja. Berdasarkan hasil SP 2000, jumlah penduduk wanita usia 15 – 19 tahun di Provinsi Banten sebanyak 445.736 orang dan 9,30% dari jumlah tersebut adalah remaja yang pernah hamil dan melahirkan. Dengan demikian ada sebanyak 41.008 remaja yang menjadi ibu dengan perincian 7,30% atau 32.539 remaja pernah melahirkan dan 1,90% atau 8.469 remaja sedang hamil anak pertama. Secara Nasional, maka angka-angka tersebut berada dibawah rata-rata nasional yaitu mereka yang pernah melahirkan sebesar 8,18% dan sedang hamil anak pertama 2,02%.

Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan Provinsi Banten mencapai 85,8%, angka tersebut masih dibawah rata-rata Nasional yang mencapai 89,1%. Hal lain yang yang juga perlu mendapat perhatian bahwa masih ada sejumlah 51,1% ibu hamil yang tidak memeriksakan kehamilannya. Untuk tempat pemeriksaan kehamilan dan melahirkan menunjukkan persentase keduanya masing-masing 42,3% memeriksakan kehamilan, sisanya 56,7% melahirkan di rumah. Sedangkan tenaga yang menolong persalinan yaitu tenaga kesehatan mencapai 62,9%.

C. Tenaga Kerja

Meskipun TPAK Provinsi Banten mengalami peningkatan dari 49,52% pada tahun 2000 menjadi 55,59% pada tahun 2005, namun tingkat pengangguran terbuka (TPT) juga meningkat dari 7,80 (2001) menjadi 13,71 (2002) dan terus meningkat menjadi 16,69 (2003) kemudian mengalami penurunan pada tahun 2005 menjadi 16,05%, sehingga dengan demikian dapat dilihat bahwa hanya 83,95% penduduk yang dapat terserap dalam dunia kerja. Pada tahun 2005 terdapat 805.270 penduduk yang termasuk dalam kategori pengangguran baik sukarela maupun terpaksa. Disisi lain, dapat pula dianalisa bagian dari angkatan kerja yang masih mencari pekerjaan atau biasa disebut pengangguran terbuka. Dari 100 angkatan kerja, sekitar 19,50% diantaranya masih mencari pekerjaan. Berdasarkan perbandingan antara TPAK dengan jumlah pekerja yang terserap pada sektor-sektor ekonomi terdapat kecenderungan kesenjangan yang semakin besar antara angkatan kerja baru dengan penyerapan tenaga kerja.

Rendahnya daya saing dan jiwa kewirausahaan berakibat pada rendahnya penyerapan tenaga kerja. Persentase penyerapan tenaga kerja di Provinsi Banten tahun 2005 mencapai 83,95%, dimana penyerapan tenaga kerja yang paling tinggi adalah di Kabupaten Serang yang mencapai 88,2% sedangkan yang paling rendah terdapat di Kabupaten Pandeglang yaitu 84,4 %. Tiga sektor utama yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian, industri dan perdagangan.

Di Banten, jumlah penduduk pada tahun 2004 yang bekerja mencapai 3.161.970 jiwa yang terserap dalam berbagai lapangan usaha. Sektor pertanian merupakan sektor yang paling dominan dalam menyerap tenaga kerja. Tingginya lapangan usaha di sektor ini adalah kenyataan historis, karena sektor ini umumnya tidak banyak membutuhkan tenaga kerja terdidik dan terampil. Kenyataan lainnya adalah tingkat upah/pendapatan yang diterima pun biasanya rendah dan dikerjakan oleh masyarakat ‘tradisional’ atau ‘marjinal’. Sekitar 25,80% dari total penduduk yang bekerja terserap di sektor ini. Sektor berikutnya yang cukup besar peranannya adalah industri pengolahan (25,24%), perdagangan (20,58%), dan jasa-jasa (12,48%). Sedangkan sektor yang menyerap sedikit tenaga kerja adalah listrik, gas dan air minum (0,28%), dan pertambangan/ penggalian (0,57%). Sesuai dengan karakteristik Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Banten ini, dominasi penduduk yang bekerja di sektor pertanian paling tinggi di Kabupaten Lebak (60,96%), Kabupaten Pandeglang (55,15%), dan Kabupaten Serang (37,35%). Sementara untuk Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Cilegon, didominasi oleh industri pengolahan, perdagangan dan jasa-jasa.

Banyaknya pekerja sektor formal dan non formal menurut lapangan pekerjaan di Provinsi Banten tahun 2005 mencapai 6.139.367 jiwa, dimana sekitar 4.392.450 jiwa (71,55%) bekerja di sektor formal dan sisanya sekitar 1.746.917 jiwa (28,45%) bekerja di sektor non formal. Secara lebih rinci berdasarkan Kabupaten/Kota, Kabupaten Tangerang merupakan penyumbang terbesar baik dalam pekerja sektor formal (1.814.334 jiwa) maupun non formal (437.838 jiwa). Sedangkan yang paling rendah adalah Kota Cilegon yaitu pekerja sektor formal (176.981 jiwa) dan sektor non formal (45.950 jiwa).

Komposisi penduduk 10 tahun ke atas atau usia kerja berdasarkan tingkat pendidikan di Provinsi Banten pada tahun 2004 mencapai 7.126.446 jiwa, yang terdiri dari tidak atau belum tamat SD (26,85%), SD (32,18%), SLTP (17,54%), SLTA (15,70%), SMK (3,89%), Diploma (1,89%), S1 (1,86%), dan S2/S3 (0,10%).

Upah minimum Kabupaten/Kota (UMK) pada tahun 2002 adalah Rp. 475.000, meningkat pada tahun 2004 Rp. 515.000 kemudian meningkat lagi menjadi Rp. 585.000 pada tahun 2005. Secara lebih rinci dapat digambarkan bahwa upah minimum Kabupaten/Kota yang paling tinggi adalah Kota Cilegon (Rp. 713.000) sedangkan yang paling rendah adalah Kabupaten Lebak (Rp. 585.000). peningkatan upah minimum kabupaten merupakan implikasi dari meningkatnya lama pendidikan penduduk provinsi Banten yang telah mencapai 7,9 tahun sehingga rata-rata pendidikian tenaga kerjapun telah menyelesaikan jenjang pendidikan dasar.

Kesepakatan kerjasama dalam penyelenggaraan transmigrasi antara Pemerintah Provinsi Banten dengan Pemerintah Provinsi lainnya direalisasikan dalam bentuk kesepakatan bersama diantaranya adalah kesepakatan penyelenggaraan transmigrasi dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat (119/3065-Kesra/2003); Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (119/3066-Kesra/2003); Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (119/3067-Kesra/2003); Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (119/3068-Kesra/2003); dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (119/3069-Kesra/2003).

Adanya Kesepakatan Kerjasama Pembangunan Antara Mitra Praja Utama. Selain kesepakatan kerjasama dalam penyelenggaraan transmigrasi antara Pemerintah Provinsi Banten dengan Pemerintah Provinsi lain, Pemerintah Provinsi Banten juga melakukan kerjasama pembangunan melalui mitra praja utama dalam hal tukar menukar informasi ketenagakerjaan dan ketransmigrasian serta kerjasama antar daerah di bidang pengerahan dan penempatan transmigrasi. Kesepakatan kerjasama tersebut dilegitimasi melalui Keputusan Bersama Gubernur Anggota Forum Kerjasama Daerah Mitra Praja Utama tentang Program/Kegiatan Kerjasama Pembangunan Tahun 2005.

D. Kesejahteraan Sosial

Pada tahun 2004 jumlah keluarga miskin mencapai 481.497 keluarga (24.39%) dan jumlah penduduk miskin mencapai angka 779.200 penduduk (8.58%). Meningkatnya angka keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera 1 yaitu 486.654 keluarga pada tahun 2002 menjadi 493.984 keluarga pada tahun 2004.

Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan tergantung kepada dua faktor utama yakni: tingkat pendapatan daerah rata-rata dan lebar sempitnya kesenjangan dalam distribusi pendapatan. Tingkat pendapatan daerah per kapita Provinsi semakin meningkat dari tahun 2001 hingga 2004. Lebar sempitnya kesenjangan dalam hal ini akan diwakili dengan lebar sempitnya jurang kemiskinan yang diperoleh dari perbandingan angka persentase penduduk dan pendapatan riil tahunan. Jurang kemiskinan membentuk kurva parabolik terbuka sehingga dilihat bahwa kemiskinan Provinsi Banten masih tinggi. Secara menyeluruh Indeks kemiskinan Provinsi Banten adalah 25,1% , dengan ranking indeks kemiskinan Provinsi Banten masih berada pada ranking ke 17 Nasional.

Angka penyandang masalah kesejahteraan sosial mencerminkan tingkat kesejahteraan penduduk. Banyaknya keluarga penyandang masalah kesejahteraan sosial tahun 2005 mencapai 705.400 keluarga, yang didominasi oleh keluarga fakir miskin berjumlah 387.292 keluarga (54,90%), keluarga yang menempati tempat tinggal yang tidak layak huni sebanyak 230.457 keluarga (32,67%), Keluarga yang rentan sosial ekonomi berjumlah 78.299 keluarga (11,10%), dan keluarga yang bermasalah sosial psikologis berjumlah 9.352 keluarga (1,33%).

Banyaknya komunitas tempat tinggal di daerah permukiman kumuh, pengungsi korban bencana sosial dan alam tahun 2005 berjumlah 63,484 keluarga, yang terdiri dari komunitas di daerah permukiman kumuh 42.840 keluarga (67,48%), komunitas yang merupakan pengungsi dari korban bencana sosial berjumlah 2.282 keluarga (3,59%), serta komunitas dari pengungsi korban bencana alam berjumlah 18.362 keluarga (28,92%).

Banyaknya keluarga penyandang masalah kesejahteraan sosial lainnya tahun 2005 berjumlah 8.848 keluarga, yang terdiri dari mantan napi 2.032 keluarga (22,97%), wanita tuna susila/PSK 694 keluarga (7,84%), waria 546 keluarga (6,17%), Korban NAPZA 652 keluarga (7,37%), pengemis 1.537 keluarga (17,37%), pemulung 1.533 keluarga (17,33%), dan gelandangan 1.854 keluarga (20,95%).

Penyandang cacat di Provinsi Banten tahun 2004 berjumlah 13.180 jiwa sedangkan pada tahun 2005 berjumlah 17.629 jiwa yang terdiri dari cacat fisik 7.529 jiwa (42,71%), tuna netra 3.605 jiwa (20,45%), tuna runggu 3.509 jiwa (19,90%), tuna grahita 1.567 jiwa (8,89%), tuna laras 426 jiwa (2,42%), serta cacat ganda 993 jiwa (5,63%). Selain itu penyandang cacat berdasarkan akibat dari penyakitnya berjumlah 1.289 jiwa terdiri dari cacat akibat penyakit kronis 1.059 jiwa dan cacat eks penyakit kusta berjumlah 230 jiwa.

Tingginya Angka Wanita, Lansia, Anak dan Balita PMKS. Banyaknya wanita penyandang masalah kesejahteraan sosial tahun 2005 berjumlah 77.646 jiwa yang terdiri dari wanita rawan sosial ekonomi (usia 18 – 59 tahun) berjumlah 74.152 jiwa (95,96%) dan wanita korban tindak kekerasan (usia 22 – 59 tahun) berjumlah 3.134 jiwa (4,04%).

Banyaknya lanjut usia penyandang masalah kesejahteraan sosial tahun 2005 berjumlah 60.855 jiwa, yang terdiri dari
lanjut usia terlantar (usia > 60 tahun) berjumlah 60.201 jiwa (98,93%), serta lanjut usia korban tindak kekerasan (usia > 60 tahun) berjumlah 654 jiwa (1,07%).

Banyaknya anak dan balita penyandang masalah kesejahteraan sosial tahun 2005 berjumlah 101.204 jiwa, yang terdiri dari balita terlantar berjumlah 24.663 jiwa (24,37%), anak terlantar 58.780 jiwa (58,08%), anak korban kekerasan 7.860 jiwa (7,77%), anak nakal 7.527 jiwa (7,44%), serta anak jalanan 2.374 jiwa (2,35%).

Dilihat dari jumlah kasus PMKS yaitu keluarga fakir miskin, tempat tinggal tidak layak huni, bermasalah sosial psikologis, tinggal di daerah rawan bencana dan rentan sosial ekonomi serta kasus PMKS korban napza, komunitas adat terpencil, korban bencana alam dan sosial/ pengungsi terjadi ketimpangan yang signifikan antara daerah kabupaten dan kota. Jumlah kasus PMKS pada daerah kabupaten 448.847 kasus atau 94.4% (2004) dan meningkat menjadi 709.250 kasus (2005). Untuk daerah kota maka terjadi 26.694 kasus (5.6%) pada tahun 2004 dan meningkat menjadi 87.899 (11%) pada tahun 2005. Secara umum kabupaten Lebak merupakan kabupaten dengan angka total kasus PMKS tertinggi baik dari keluarga PMKS, penderita cacat serta wanita, lansia dan anak PMKS.

Potesi dan sumber kesejahteraan yang berupa PSM (Pekerja Sosial Masyarakat), WPKS, Organisasi Sosial (Orsos) dan Karang Taruna. Masih terus berkembang di provinsi Banten. Sebagai data jumlah PSM sebanyak 5.970, WPKS 3.310, ORSOS 294 dan KARANG TARUNA sebanyak 1.492 di provinsi Banten. Sumber dan Potensi Kesejahteraan Sosial terbanyak berada pada daerah Kabupaten Pandeglang sedangkan yang terkecil berada pada Kota Cilegon. Organisasi kesosialan tersebut dapat menjadi pendorong perbaikan dan upaya-upaya penanggulangan masalah sosial yang ada di provinsi Banten sehingga dapat dijadikan salah satu potensi dalam pembangunan provinsi Banten, kemudian bagaimana peranan dan keterlibatan dari organisasi sosial ini dapat diwadahi dalam pembangunan, diberi dukungan serta diarahkan untuk menunjang penanggulangan masalah sosial dari tingkat yang paling bawah dan diharapkan bahwa organisasi sosial ini dapat menyentuh langsung ke masyarakat.

E. Pemberdayaan Perempuan dan Anak

Pembangunan daerah Provinsi Banten ditujukan untuk seluruh penduduk tanpa membedakan laki-laki maupun perempuan. Pembangunan yang terkait dengan gender di Provinsi Banten yang diindikasikan dengan IPG (indeks Pembangunan Gender) mengalami peningkatan dari tahun ketahun yaitu 54,9% (tahun 2002) meningkat menjadi 58,1% (tahun 2005). Meningkatnya IPG selama periode 2002-2005 menunjukan makin membaiknya kinerja pemerintah untuk meningkatkan komponen dasar IPG seperti kesehatan perempuan, pendidikan bagi perempuan dan presentase perempuan dalam angkatan kerja, namun demikian perempuan masih mengalami ketertinggalan diberbagai bidang pembangunan.

Banyaknya wanita penyandang masalah kesejahteraan sosial tahun 2005 berjumlah 77.646 jiwa yang terdiri dari wanita rawan sosial ekonomi (usia 18 – 59 tahun) berjumlah 74.152 jiwa (95,96%) dan wanita korban tindak kekerasan (usia 22 – 59 tahun) berjumlah 3.134 jiwa (4,04%). Untuk anak dan balita penyandang masalah kesejahteraan sosial tahun 2005 jumlahnya mencapai 101.204 jiwa, yang terdiri dari balita terlantar berjumlah 24.663 jiwa (24,37%), anak terlantar 58.780 jiwa (58,08%), anak korban kekerasan 7.860 jiwa (7,77%), anak nakal 7.527 jiwa (7,44%), serta anak jalanan 2.374 jiwa (2,35%).

Jumlah penyerapan tenaga kerja menurut jenis kelamin pada tahun 2005 adalah 88,40% untuk laki-laki dan 80,30% untuk perempuan. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2005 menurut jenis kelamin adalah 11,60% untuk laki-laki dan 19,70% untuk perempuan. Apabila dirinci menurut Kabupaten/Kota, perbandingan dalam penyerapan tenaga kerja antara laki-laki dan perempuan yang paling tinggi perbedaannya adalah Kota Cilegon yaitu 90,10% untuk laki-laki dan 76,30% untuk perempuan, sedangkan untuk penyerapan tenaga kerja dengan selisih terkecil adalah Kabupaten Pandeglang yaitu 86,30% untuk laki-laki dan 81,10% untuk perempuan.

Secara keseluruhan jumlah pengangguran perempuan lebih tinggi (52%) dibandingkan dengan pengangguran laki-laki yaitu sebanyak 48%. Penduduk setengah pengangguran pada tahun 2005 mencapai 805.270 jiwa, yang terdiri dari penduduk pengangguran setengah terpaksa mencapai 404.137 jiwa (50,19%) dan setengah pengangguran sukarela berjumlah 401.133 jiwa (49,81%). Penduduk setengah terpaksa dirinci berdasarkan jenis kelamin terdiri dari 255.900 jiwa (63,32%) untuk laki-laki dan 148.237 jiwa (36,68%) untuk perempuan. Sedangkan penduduk setengah pengangguran sukarela berdasarkan jenis kelamin dapat dibedakan antara 159.043 jiwa (39,65%) untuk laki-laki dan 242.090 jiwa (60,35%). Dibidang pendidikan, pada tahun 2005, penduduk perempuan yang buta huruf 6,3%, lebih besar dibandingkan dengan penduduk laki-laki (2,5%).

Jumlah penduduk usia 7 – 24 tahun yang masih sekolah menurut jenis kelamin pada tahun 2004 mencapai 3.537.533 jiwa yang terdiri dari 1.796.686 jiwa (50,79%) untuk laki-laki dan 1.740.867 jiwa (49,21%) untuk perempuan. Angka tersebut mengalami peningkatan sekitar 0,68% dari tahun 2003 yang mencapai 2.108.169 jiwa, peningkatan yang paling pesat adalah perempuan yaitu sebesar 0,76% (989.262 jiwa) sedangkan laki-laki sekitar 0,61% (1.118.907 jiwa).

Masih dominannya perempuan bekerja pada sektor informal pada tahun 2005 mencapai 52.5%, serta kecenderungan tingginya angka pekerja perempuan pada sektor pertanian (33%) dan industri (28%). Dengan tingginya angka perempuan yang bekerja pada ketiga sektor utama tersebut berdampak pada menurunnya tingkat kemiskinan perempuan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan menurunnya angka kemiskinan perempuan menjadi 8.44% dan angka ini masih berada dibawah angka kemiskinan laki-laki yang mencapai 8.58%. Ketertinggalan perempuan juga terjadi dibidang ekonomi. Rendahnya akses perempuan terhadap sumberdaya ekonomi, ditandai dengan rendahnya akses perempuan dalam pemanfaatan modal, serta rendahnya akses pada lembaga perbankan dan akses informasi pasar dan teknologi.

Persalinan yang ditolong tenaga medis terkait erat dengan upaya menurunkan angka kematian bayi dan kematian ibu, walaupun pergerakannya lambat namun secara pasti proporsinya menunjukkan peningkatan dibanding yang ditolong tenaga non medis (seperti dukun bayi). Kisarannya masih bergerak pada angka 50-60%. Pada tahun 2000 terdapat sebanyak 51,3% bayi yang persalinannya ditolong tenaga medis (dokter atau bidan) dan sisanya sebesar 48,7% menggunakan jasa tenaga non medis seperti dukun bayi (paraji). Hal ini kemudian berimplikasi pada menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB).

Dibidang politik, meskipun Undang-undang nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilu mengamanatkan keterwakilan 30% perempuan dalam pencalonan anggota legislatif, namun hasil pemilu 2004 masih menunjukan rendahnya keterwakilan perempuan dilembaga legislatif. Perempuan yang menjadi anggota DPRD provinsi hanya 5 orang (6,7%) dari seluruh anggota yang berjumlah 75 orang.

Upaya pemberdayaan perempuan akan mencapai hasil yang optimal bila didukung dari berbagai bidang seperti yang telah dikemukan diatas diantaranya ketenagakerjaan, sosial, kesehatan dan juga dukungan dari peningkatan anggaran pemerdayaan perempuan.

Sumber : Dokumen RPJM Prov. Banten Tahun 2007 - 2012

Silahkan kunjungi Blog Di bawah ini :

http://bantenprov.go.id

VISI DAN MISI PROVINSI BANTEN

BaduyCollectionShoppingOnline

Visi & Misi Provinsi Banten

Visi Provinsi Banten 2012 - 2017 :

“ Banten Mandiri, Maju, Sejahtera
Berlandaskan Iman dan Taqwa ”

M i s i
1. Mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, berbudaya, sehat dan cerdas;
2. Mewujudkan perekonomian yang maju dan berdaya saing secara merata dan berkeadilan;
3. Mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang lestari; dan
4. Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa.

Silahkan kunjungi Blog Di bawah ini :

http://bantenprov.go.id

TERBENTUKNYA PROVINSI BANTEN

BaduyCollectionShoppingOnline

Terbentuknya Provinsi Banten

Banten adalah bagian dari wilayah Indonesia yang berada di Ujung Pulau Jawa, sudah dikenal secara meluas sampai manca Negara sejak abad ke-14 (1330 M).

Pada abad 16-17, dibawah kekuasaan Sultan Maulana Hasanudin dan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten menjadi salah satu kota perdagangan rempah-rempah di kawasan Asia Tenggara dan dikenal sebagai pusat kerjaan Islam serta pusat perdagangan nusantara. Pada masa itu Banten menjadi tempat tempat persinggahan para pedagang dari berbagai belahan dunia, sekaligus menjadi pusat pertukaran dan persentuhan kebudayaan. Banten resmi menjadi sebuah provinsi ke-30 di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak tahun 2000, dibentuk melalui Undang-undang nomor 23 tahun 2000, sebelumnya banten merupakan keresidenan sebagai bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat. Sebagaimana Undang-undang nomo 23 tahun 2000 tersebut, tujuan pembentukan Provinsi Banten adalah :

a.Untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintah, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan guna menjamin perkembangan dan kemajuan dimasa yang akan dating.
b.Untuk mendorong peningkatan pelayanan dibidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.

B. Banten Masa Kini dan Mendatang

Banten merupakan salah satu kawasan andalan nasional di Indonesia dengan sektor andalan industri dan pariwisata. Kedua sektor andalan tersebut tersebar di wilayah Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Cilegon. Di Banten terdapat pabrik baja, yaitu Krakatau Steel yang didirikan pada tahun 1966 di Kota Cilegon dimana sebagai cikal bakal tumbuhnya industri-industri baru, dan berkembangnya pelabuhan di Banten. Pertumbuhan industri tersebut, mendorong kemajuan wilayah dan perekonomian daerah, sehingga secara nasional Banten tergolong sebagai wilayah cepat tumbuh. Untuk memacu perkembangan wilayah dan megakselerasi tumbuhnya industri di Banten, telah diprogramkan beberapa pembangunan proyek strategis yang berskala nasional dan internasional, yaitu pembangunan Pelabuhan Internasional Bojonegara, pembangunan Jembatan Selat Sunda (Jawa-Sumatera), pengembangan Jaringan Jalan Cincin (ring road) pantai utara-selatan Baten, peningkatan jalan tol dan jalan kereta api (double track), perluasan bandara Soekarno-Hatta, pembangunan supply air baku waduk karian, peningkatan kapasitas power plant, jaringan kilang gas dan storage BBM, pengembangan kawasan ekonomi khusus dan cluster industri petro kimia. Dengan dikembangkannya infrastruktur pedukung wilayah yang memadau tersebut, menjadikan Banten ke depan sebagai wilayah tujuan utama investasi di Indonesia yang memiliki tingkat daya saing yang tinggi.

Silahkan kunjungi Blog Di bawah ini :

http://bantenprov.go.id

MAKNA LAMBANG PROVINSI BANTEN

BaduyCollectionShoppingOnline



Lambang daerah berbentuk perisai dengan warna dasar hijau, di dalamnya terdapat gambar unsur-unsur lambang dan tulisan “BANTEN”, serta didesain pita berwarna kuning dengan tulisan “IMAN TAQWA”.

Lambang daerah terdiri dari 2 (dua) bagian perincian sebagai berikut :

A. Bentuk Gambar
1. Kubah Mesjid, melambangkan kultur masyarakat Banten yang agamis.
2. Bintang Ilahi, Pengejawantahan Pancaran Semangat Keyakinan yang menyinari seluruh jiwa masyarakat Banten
3. Menara Mesjid Agung Banten bertingkat dua berwarna putih dengan Memolo berwarna merah, menjulang tinggi ke angkasa, melambangkan masyarakat Banten mempunyai semangat yang tinggi untuk mewujudkan masyarakat madani, serta adanya tujuan mulia yang senantiasa berpedoman pada petunjuk Allah Swt, Menara Mesjid Agung juga melambangkan budaya dan sejarah Banten yang kokoh pada pendirian zaman kesultanan.
4. Gapura Kaibon berwarna putih, melambangkan Daerah Propinsi Banten sebagai pintu gerbang peradaban dunia dan pintu gerbang perekonomian dan lalu lintas internasional menuju era globalisasi.
5. Padi berwarna kuning berjumlah 17 (tujuh belas) dan kapas berwarna putih berjumlah 8 (delapan) tangkai, 4 (empat) kelopak berwarna. coklat, 5 kuntum bunga melambangkan Propinsi Banten merupakan daerah agrarisyang cukup sandang, pangan, jumlah padi dan kapas menunjukkan hasil Proklamasi Republik Indonesia 17 Agustus1945.
6. Gunung berwarna hitam, melambangkan kekayaan sumler daya alam dan tekstur tanah yang agak bergelombang tidak merata terdiri dari dataran rendah dan pegunungan.
7. Badak Bercula Satu berwarna hitam adalah satwa langka satu-satunya yang dilindungi dunia, melambangkan masyarakat yang pantang menyerah dalam menegakkan kebenaran dan dilindungi oleh hukum.
8. Laut berwarna hitam dengan gelombangnya yang berwarna putih berjumlah 17 (tujuh belas) melam¬bangkan daerah maritim yang kaya dengan potensi lautnya, mencerminkan historis dan peluang ke depan Banten sebagai Bandar Samudera Perdagangan Internasional serta mengandung makna kedalaman. jiwa, keluasan wawasan dan pandangan, muara tempat berlindungnya masyarakat Banten.
9. Roda gerigi berwarna abu-abu. berjumlah 10 (sepuluh), melambangkan orientasi semangat kerja pembangunan serta menunjukkan sektor industri.
10. Dua garis Marka, Landasan Pacu Bandara Soekarno Hatta berwaarna putih dan 3 (tiga) Lampu Pemandu (Beacon Light) berbentuk bulatan berwarna kuning melambangkan pemacu semangat untuk mencapai cita-cita. Makna yang terkandung dalam angka 8 (delapan), 9 (sembilan) dan 10 (sepuluh) mempunyai arti lahirnya Propinsi Banten yang ditetapkan dan diundangkannya Undang-undang Nomor 23 tahun 2000, tentang pembentukan Propinsi Banten, pada tanggal 17 Oktober 2000.
11. Pita berwarna kuning sebagai pengikat, melambangkan betapa indah dan kuatnya ikatan persatuan dan kesatuan dalam integritas dan heteroginitas masyarakat Banten.
12. Semboyan lambang daerah “IMAN TAQWA” sebagai landasan pembangunan menuju Banten Mandiri, maju dan sejahtera (Darussalam).

B. Makna Warna Lambang
1. Warna merah, melambangkan keberanian yang didasari kebenaran.
2. Warna putih, melambangkan kesucian, kebijaksanaan dan kearifan.
3. Warna Kuning, melambangkan Kemu¬liaan, warna jiwa, lambang cahaya dan kebahagiaan, lambang kejayaan dan keluhuran budi.
4. Warna hitam, melambangkan keteguhan, kekuatan dan ketabahan hati.
5. Warna abu-abu, melambangkan ketabahan.
6. Warna biru, melambangkan kejernihan, warna laut melambangkan kedamaian, ketenangan.
7. Warna hijau, melambangkan kesuburan.
8. Warna coklat, melambangkan kemakmuran.

Silahkan kunjungi Blog Di bawah ini :

http://bantenprov.go.id

Selasa, 04 Februari 2014

SEJARAH BANTEN

BaduyCollectionShoppingOnline

Sejarah Banten

Pada awalnya kawasan Banten juga dikenal dengan Banten Girang merupakan bagian dari Kerajaan Sunda. Kedatangan pasukan Kerajaan Demak di bawah pimpinan Maulana Hasanuddin ke kawasan tersebut selain untuk perluasan wilayah juga sekaligus penyebaran dakwah Islam. Kemudian dipicu oleh adanya kerjasama Sunda-Portugal dalam bidang ekonomi dan politik, hal ini dianggap dapat membahayakan kedudukan Kerajaan Demak selepas kekalahan mereka mengusir Portugal dari Melaka tahun 1513. Atas perintah Trenggana, bersama dengan Fatahillah melakukan penyerangan dan penaklukkan Pelabuhan Kelapa sekitar tahun 1527, yang waktu itu masih merupakan pelabuhan utama dari Kerajaan Sunda.

Selain mulai membangun benteng pertahanan di Banten, Maulana Hasanuddin juga melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia berperan dalam penyebaran Islam di kawasan tersebut, selain itu ia juga telah melakukan kontak dagang dengan raja Malangkabu (Minangkabau, Kerajaan Inderapura), Sultan Munawar Syah dan dianugerahi keris oleh raja tersebut.

Seiring dengan kemunduran Demak terutama setelah meninggalnya Trenggana, Banten yang sebelumnya vazal dari Kerajaan Demak, mulai melepaskan diri dan menjadi kerajaan yang mandiri. Maulana Yusuf anak dari Maulana Hasanuddin, naik tahta pada tahun 1570 melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda dengan menaklukkan Pakuan Pajajaran tahun 1579. Kemudian ia digantikan anaknya Maulana Muhammad, yang mencoba menguasai Palembang tahun 1596 sebagai bagian dari usaha Banten dalam mempersempit gerakan Portugal di nusantara, namun gagal karena ia meninggal dalam penaklukkan tersebut.

Pada masa Pangeran Ratu anak dari Maulana Muhammad, ia menjadi raja pertama di Pulau Jawa yang mengambil gelar "Sultan" pada tahun 1638 dengan nama Arab Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir. Pada masa ini Sultan Banten telah mulai secara intensif melakukan hubungan diplomasi dengan kekuatan lain yang ada pada waktu itu, salah satu diketahui surat Sultan Banten kepada Raja Inggris, James I tahun 1605 dan tahun 1629 kepada Charles I.

Silahkan kunjungi Blog Di bawah ini :

http://bantenprov.go.id

PUNCAK KEJAYAAN BANTEN

BaduyCollectionShoppingOnline

Puncak Kejayaan Banten

Kesultanan Banten merupakan kerajaan maritim dan mengandalkan perdagangan dalam menopang perekonomiannya. Monopoli atas perdagangan lada di Lampung, menempatkan penguasa Banten sekaligus sebagai pedagang perantara dan Kesultanan Banten berkembang pesat, menjadi salah satu pusat niaga yang penting pada masa itu. Perdagangan laut berkembang ke seluruh Nusantara, Banten menjadi kawasan multi-etnis. Dibantu orang Inggris, Denmark dan Tionghoa, Banten berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, Cina dan Jepang.

Masa Sultan Ageng Tirtayasa (bertahta 1651-1682) dipandang sebagai masa kejayaan Banten. Di bawah dia, Banten memiliki armada yang mengesankan, dibangun atas contoh Eropa, serta juga telah mengupah orang Eropa bekerja pada Kesultanan Banten. Dalam mengamankan jalur pelayarannya Banten juga mengirimkan armada lautnya ke Sukadana atau Kerajaan Tanjungpura (Kalimantan Barat sekarang) dan menaklukkannya tahun 1661. Pada masa ini Banten juga berusaha keluar dari tekanan yang dilakukan VOC, yang sebelumnya telah melakukan blokade atas kapal-kapal dagang menuju Banten.

Silahkan kunjungi Blog Di bawah ini :

http://bantenprov.go.id

ASLI BANTEN

BaduyCollectionShoppingOnline

Asli Banten

kujang salah sahiji kebanggaan masyarakat jawa barat jeung banten iwal ti gagah bentukna di tambah deui ieu kujang teh nilai senina luhur pisan sok di tingali



Golok Ciomas adalah benda pusaka legendaris dari Banten



Silahkan Di pilih :


Jumat, 24 Januari 2014

KAOS DAN KEMEJA BATIK

BaduyCollectionShoppingOnline

Kaos Dan Kemeja Batik



Keterangan :

- Bahan Batik Baduy Kualitas 1 Rp.100.000,-
- Bahan Batik Baduy Kualitas 2 Rp.90.000,-
- Spoor/Kemeja Batik Baduy Kualitas 1 Rp.100.000,-
- Kaos Motiv Batik (L,XL) Rp.90.000,-
- Kampret Tenun (Pakaian Adat Baduy) Rp.200.000,- (Baju+Celana 1 Stel)

Kamis, 23 Januari 2014

ARTIKEL GPS TRACKER

BaduyCollectionShoppingOnline

Artikel Gps Tracker

Sistem GPS

• Satelit GPS mengelilingi bumi 2x sehari
• Satelit ini mentransmisikan signal ke bumi
• Signal tersebut digunakan untuk menghitung posisi
• GPS membedakan waktu yang ditransmisikan untuk menghitung posisi
• Waktu tersebut dihitung sebagai jarak dari beberapa Satelit GPS untuk hitung posisi di bumi & permukaannya, termasuk exosphere

Dasar Kerja GPS

• GPS harus memiliki setidaknya 3 satelit untuk hitung posisi 2D dan pergerakannya.
• Dengan 4 satellites, GPS kita dapat menghitung posisi 3D position (latitude, longitude & ketinggian).
• Dengan informasi posisi, GPS dapat menghitung data lain seperti : kecepatan, arah, lintasan, jarak tempuh, jarak ke tujuan, matahari terbit & terbenam dan lain-lain.

Keakuratan Perangkat GPS

• GPS umumnya memiliki 12 chanel secara parallel.
• Faktur atmosfir dapat mengurangi ketepatan.
• GPS untuk penerbangan dapat mencapai keakurasian sampai dengan +/- 15 meters.
• WAAS (Wide Area Augmentation System) dapat meningkatkan keakurasian hingga +/- 3 – 8 meters.
• Tidak ada alat khusus atau biaya extra untuk mendapatkan signal WAAS, selama negara tersebut memasang WAAS ground / koresi satelit.
• Sedang Differential GPS (DGPS) dapat meningkatkan keakurasian hingga +/- 3-5 meter.
• DGPS terdiri dari alat yang menerima signal dan mentransmisikan ulang untuk mengoreksi posisi, alat ini dipakai untuk penerbangan, di Halim Airport ada 2 unit DGPS untuk meningkatkan keakurasian.
• Untuk koreksi ini GPS kita harus memiliki differential beacon receiver and antenna, seperti pada GPS295 dimana kita dapat menyetel frequensi dari beacon tersebut.

Referensi Peta

• Secara umum referensi peta khususnya penerbangan yangdigunakan ialah WGS84.
• WGS84 adalah referensi tetap yang digunakan untuk pemodelan bumi yang terdiri dari data primer dan sekunder
• Data primer ialah bentuk lonjong dari bumi, kecepatan putar melingkar serta masa bumi yang termasuk dalam referensi elips
• Sedangkan data sekunder ialah data model gravitasi bumi.
• Seluruh data navigasi (udara) distandardkan dengan WGS 84 standard untuk memenuhi persyaratan RNAV (Radio Navigasi) untuk memenuhi global referensi.

Satelit GPS

• Satelit GPS pertama diluncurkan tahun 1978.
• 24 satelit di capai pada tahun 1994, sekarang telah lebih dari 30 GPS satelit berorbit diatas bumi kita.
• Usia dari Satellite rata rata 10 thn, setelah itu ada pergantian / perawatan rutin.
• Berat Satelit sekitar +/- 2,000 pounds (hamper 1 ton)
• Lebar antenna solar panelnya +/- 17 feet (+/- 5 meter).
• Power Transmisinya <= 50 watts.
• Posisi orbit berada pada ketinggian +/- 12,000 miles diatas permukaan bumi.
• Kecepatan jelajahnya 7,000 mph.
• GPS Satelit menggunakan tenaga SOLAR (sinar matahari), tapi disediakan backup baterai untuk menghindari Gerhana Matahari Total.
• Tenaga yang digunakan untuk menjaga orbitnya ialah beberapa roket kecil.

Sinyal GPS

• Signal GPS ada 2 signal L1 & L2
• L1 bekerja pada frequency 1575 MHz pada gelombang UHF band.
• Bergerak langsung lurus (line of sight) menembus awan, kaca dan plastik.
• Yang menghambat transmisinya ialah Objek padat spt: gedung, pohon, gunung, dll.
• Terdapat tiga informasi pada sinyal GPS:
• Pseudorandom code(I.D. code) : ialah informasi yang dikirimkan ke unit penerima bahwa unit kita menerima signal seperti pada halaman satelit ditunjukan dengan diagram batang BAR
• Ephemeris data : ialah data kekuatan signal serta informasi waktu
• Almanac data: ialah info tentang dimana lokasi Satelit sebenarnya yang menunjukan posisi satelit pada halaman GPS Satellite status.

Sumber Kesalahan

• Keterlambatan dari pantulan Ionosphere dan troposphere : terjadi penurunan ketepatan akibat dari keterlambatan waktu saat signal saat menembus lapisan ini, namun GPS dapat mengkoreksi dengan mengasumsikan factor kesalahan rata rata.
• Eror dari Pantulan signal: hal ini terjadi jika signal GPS berpantul melalui objek spt bangunan atau gunung sebelum dia diterima unit kita.
• Kesalahan Waktu dari unit kita: Ketepatan waktu / jam dari unit kita tidak setepat jam Atom di GPS satelit (GPS memakai Atomic Clock). Untuk itu ada sedikit error waktu.
• Orbital errors — dikenal sebagai ephemeris errors, hal ini terjadi jika ada pergeseran dari orbit / laporan dari satelit untuk posisinya.
• Jumlah satelit yang diterima: Tambah banyak signal yang diterima tambah tinggi ketepatannya, Banugnan, gunung, gangguan elektronik, bahkan pohon rindang dapat mengurangi ketepatan.
• Posisi relative dari Satelit / gangguan sisi miring: hal ini terjadi jika posisi satelit terletak pada sudut yang sangat lebar atau sangat dekat atau hamper berhimpitan satu sama lain sehingga perhitungan ketepatan berkurang.
• Penurunan degradasi yang diatur oleh departemen pertahanan Amerika / SA (Selective Availability): hal ini dilakukan untuk menghindari militer menggunakan ketepatan dalam hal khusus, dan militer bahkan menggunakan / mengatur orbit yang terfokus pada area tertentu seperti apda perangteluk, SA ini telah di hapuskan, karena pihak sipil khususnya penerbangan sipil mengajukan keberatan akhirnya pada Mei 2000, pemerintah menghapuskan SA ini agar penerbangan sipil memiliki ketepatan yang lebih baik.

Senin, 13 Januari 2014

KAOS BAHAN DISTRO

BaduyCollectionShoppingOnline

Kaos Bahan Distro

Ready Stok Kaos Grade Orinya

Cuma Rp.100.000,-

Lokasi : Sarijadi Bandung
Bisa Cod Sekitar Kota Bandung,

Yang Minat Dan Tanya-Tanya Atau Mau Harga Grosir Silahkan Sms/Call : 087772084293

Kaos Distro Grade Ori,,
Bahan Kaos : Cotton Combed 30s
Sablon : Plastisol

Harga : Rp.100.000,-/pcs

Rp.500.000,-/ 6pc ( 45/pcs )

Cod : Sekitar Kota Bandung

Info Lebih Lanjut Dan Grosir Lusinan Call / Sms : 087772084293

Kaos Grade Ori Skaters, Kick Denim, 3 Second,

Bahan Cotton Combed 30s Dan 24s,
Halus Di Pakai

Harga Cuma Rp.100.000,-

Lokasi Bandung

No Hp : 087772084293

ShirtSleeves Giant Flames,,
GS_01 Bahan Baby Canvas

Rp.200.000,-



Keterangan :

- Kaos Grade Orinya Rp.100.000,-

- Kaos Distro Grade Ori,,
Bahan Kaos : Cotton Combed 30s
Sablon : Plastisol
Harga : Rp.100.000,-/pcs
Rp.500.000,-/ 6pc ( 45/pcs )

- Kaos Grade Ori Skaters, Kick Denim, 3 Second,
Bahan Cotton Combed 30s Dan 24s,
Halus Di Pakai
Harga Cuma Rp.100.000,-

- ShirtSleeves Giant Flames,,
GS_01 Bahan Baby Canvas
Rp.200.000,-